sumber : gstatic.com |
Dengan menggunakan statement seperti itu, Sampoerna ingin mengata kan bahwa produk-produk yang dibuat (Sampoerna) adalah “rokok tem bakau”. Sementara itu, yang lain “ro kok saus”!
Pada suatu hari Pak Putera memanggil saya untuk brainstorm tentang hal ini. Keputusan diskusi adalah membuat ribuan kartu pos yang menggambarkan sebuah pohon penuh cabang. Berbagai cabang itu lantas diberi nama masing-masing.
Ada yang dinamai rokok putih, cerutu, kelinting, dan rokok kretek. Yang rokok putih bercabang dua lagi, yaitu filter dan nonfilter. Sedangkan yang rokok kretek bercabang menjadi rokok “tembakau” dan rokok “saus”.
Dengan gambaran seperti itu, Putera Sampoerna ingin me-reframe cara melihat para perokok. Yakni, supaya para perokok jadi “sadar” bahwa Dji Sam Soe dan produk lain dari Sampoerna itu “padat tembakau”. Sausnya tipis….
Konsekuensinya? Sampoerna harus punya suplai tembakau kualitas yang sta bil. Sedangkan rokok lain yang me ngandalkan saus, masih punya toleransi akan variasi kualitas tembakaunya. Soal kualitas bisa “diratakan” oleh saus. Dan itu sesuai dengan tulis an yang ada di pembungkus Dji Sam Soe. “Rokok ini terbuat dari tembakau dengan kualitas tinggi”, begitu kira-kira bunyinya.
Kartu pos dengan gambar pohon yang berjumlah ribuan itu saya sebarkan lewat semua “orang lapangan” yang biasa melakukan canvassing ke toko-toko penyalur. Pak Putera bilang kepada saya bahwa dia puas walaupun hanya sepuluh persen dari orang yang membaca kartu pos itu yang percaya.
Logis! Lha wong iklan biasa pun sering tidak dipercaya orang. Hitung-hitung, inilah komunikasi “kreatif” di zaman itu. Apalagi, di kartu pos itu lantas dikasih tulisan besar: Kami Memang Beda!
Perbedaan dalam bentuk kreativitas ini berlanjut. Lihat saja bagaimana Sampoerna merupakan perusahaan pertama yang menggunakan animasi kartun. Kenapa? Kata Pak Putera, dengan kartun kita bisa menyampaikan message apa pun dengan menarik. Misalnya, pada waktu iklan A-Mild “How Low Can You Go?” Animasi kartun dipakai untuk menggambarkan lomba “limbo” dan A-Mild keluar sebagai “pemenang”.
Pelajarannya? Sudah nomor empat, ya jangan cuma meniru cara-cara yang dilakukan market leader. Kampanye “Kami Memang Beda” ini akhirnya terkenal ke mana-mana, sehingga orang menjadi “mengakui”.
Sampoerna memang bukan terbesar, tapi “beda”.
Jadi, kalau mengacu pada Michael Porter yang mengatakan ada dua strategi besar untuk memenangkan persaingan, yaitu: cost leadership dan differentiation, Sampoerna memilih yang kedua!
Ucapan Putera Sampoerna yang akhirnya “masuk” ke saya adalah: “It is better to be a little bit different, than to be a little bit better!”
Benar kan?
Kalau Anda hanya berbeda sedikit dari kompetitor, apalagi kalau kompetitor jauh lebih besar, Anda tidak akan dipercaya orang.
Tapi, kalau Anda memang BEDA dan bisa membuat orang menjadi “sadar” dan menyukai perbedaan itu, Anda akan menang. Punya peluang dapat harga lebih bagus. Kalau tidak ada yang beda, ya harus melakukan price war.
Inilah pelajaran terbesar yang saya dapat dari Putera Sampoerna yang akhirnya memberikan inspirasi pada model utama marketing saya.
sumber : http://blog.cakraperkasa.com/?p=22
0 komentar:
Post a Comment