sumber : bimg.antaranews.com |
Semuanya harus karyawan pelinting rokok! Padahal waktu itu yang paling terkenal adalah Drum Band AAL di Surabaya. Akademi Angkatan Laut, yang pemainnya para kadet. Gagah, muda dan cekatan. Kalau di Jakarta, yang terkenal, waktu itu Drum Band Tarakanita. Yang main cewek ayu-ayu dan mas
ih muda juga.
Jadi, ketika itu kami semua bingung dan nggak bisa membayangkan bagaimana para pelinting rokok yang tradisional itu bisa di-"transformasi" menjadi pemain Marching Band. Tapi kenyataannya bisa!
Para pelatih dari Amerika didampingi asisten mereka yang orang Indonesia ternyata bisa mendisiplinkan mereka. Latihannya harus sesudah jam kerja, tentunya dengan uang lembur.
Karyawan sebuah pabrik rokok yang biasanya dibayar berdasarkan kuantitas batang rokok yang dilinting, malah dibayar lembur untuk sekadar latihan baris-berbaris dan main musik! Sudah keluar dari "pakem", kata orang! Selain itu, juga diundanglah para penata tari kelas satu dari Indonesia untuk mempersiapkan "float" Indonesia
Di Pasadena, sebuah kota kecil di California, setiap tahun memang ada Rose Bowl pada 1 Januari. Pada hari tahun baru itu, ada "grand final" football Amerika di antara dua tim yang selalu ditunggu-tunggu orang. Karena itu, wali kotanya juga sekalian membuat yang namanya Rose Parade. Sebuah parade tahunan yang diikuti banyak tim Marching Band beserta Float-nya!
Float itu, mobil berjalan yang berada di belakang Marching Band, biasanya menampilkan berbagai atraksi. Sebagian besar peserta Rose Parade adalah tim lokal. Waktu itu, Sampoerna keluar dengan Float dan Marching Band Indonesia bersama beberapa peserta internasional lain. Karena itulah, beberapa orang penata tari direkrut untuk mengajari beberapa pelinting untuk jadi penari!
Untuk mendapatkan "tiket" Rose Parade, tentu Sampoerna mesti kerja keras. Melobi penyelenggara, melobi Deplu juga. Supaya bisa "mewakili" Indonesia. Sebuah pekerjaan yang amat rumit, melelahkan, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan promosi rokok!
Sementara GG, Djarum, dan Bentoel sibuk bersaing dalam periklanan konvensional, Sampoerna justru keluar Satu Juta Dolar Amerika untuk membentuk Marching Band pelinting rokok! Kemudian, masih diperlukan satu juta USD lagi untuk "memberangkatkan" rombongan tersebut ke Amerika.
Selain main di Rose Bowl, Marching Band ini juga masuk Disneyland di Annaheim dan beberapa tempat lain di California. Karena itu, ada tim tersendiri untuk mengatasi "cultural shock" para pelinting rokok itu.
Di Rose Parade, tim Sampoerna Indonesia mendapatkan salah satu Award. Bisa memang bagus, bisa juga karena diplomatis. Tapi yang jelas, saya terkagum-kagum melihat para pelinting rokok Sampoerna pakai rok mini, stocking, pakai topi, dan main drum band.
Wali Kota Los Angeles Tom Bradley sangat berterima kasih atas keikutsertaan Indonesia untuk kali pertama, karena itu sempat men-declare tanggal 30 Desember 1989 sebagai Indonesia Day.
Saya ikut acara itu di City Hall, termasuk pengibaran bendera merah putih. Setelah pulang dari Amerika, Marching Band dimainkan di beberapa kota Indonesia. Bukan cuma Surabaya, tapi juga Jakarta, Bandung, dan lain-lain.Uniknya, Marching Band ini juga main di kota kompetitor seperti Kediri, Kudus, dan Malang!
Lantas apa maksud semua ini? Bagaimana perhitungan Return of Investment-nya? Pemberitaan besar-besaran oleh media di Indonesia luar biasa! Saya pun ikut menulis "pandangan mata" tiap hari dari California ke Jawa Pos saban hari selama dua minggu.
Rakyat Indonesia pun ikut bangga dan merasa bersyukur pada Sampoerna. Sebuah Corporate Brand yang tadinya jauh kalah populer dari Product Brand Dji Sam Soe menjadi langsung mencuat awareness-nya.
Bukan cuma itu. Corporate Brand "association" pun langsung terbentuk secara positif sebagai sebuah perusahaan yang nasionalis. Apalagi, kebetulan kretek kan memang "lambang" Indonesia. Itu karena cengkih adanya paling banyak ya di Indonesia. Kan orang Marketing mesti pintar main "ilmu gathuk"?
Belakangan, kami semua yang di Sampoerna baru "ngeh" bahwa inilah cara efektif untuk membangun sebuah Corporate Brand. Tapi, kenapa itu perlu? Ya, karena Sampoerna punya rencana go public!
Waktu Gudang Garam sebagai market leader go public sebelum Sampoerna, sahamnya laku keras. Itu disebabkan, investor percaya akan keperkasaan Gudang Garam sebagai pemimpin pasar dalam menciptakan profit jangka panjang.
Apalagi, kebetulan nama corporate dan produc- nya sama. Waktu itu Pak Putera mengatakan pada saya, "Sampoerna is a good name. It means 'perfect'. It is the best compared to our competitors. Unfortunately, nobody knew it!" Sedangkan Dji Sam Soe yang sudah sangat terkenal nggak bisa di "jual" sebagai Corporate Brand. Karena itu, tidak ada jalan lain, kecuali membuat Sampoerna yang kebetulan juga terdiri atas sembilan ( 2+3+4=9 ) huruf dibikin terkenal!
Namun, orang tidak otomatis akan membeli saham Sampoerna, seperti Gudang Garam, karena jumlah produk yang dijual baru peringkat keempat. Karena situasinya beda dan sangat "disadvantage" untuk Sampoerna, harus ada cara yang superkreatif!
Waktu itu penjualan produk-produk Sampoerna juga naik, walaupun tidak signifikan, ketika berita Marching Band ke mana-mana. Jadi, Marching Band ini bisa kena kepada tiga stakeholder utama Sampoerna, yaitu: people (pelinting), customer (pelanggan), dan investor (pembeli saham IPO ).
Super Kreatif, Super Smart dan Super Efektif.
Kenapa?
Sebab, belum tentu dengan keluar biaya yang sama, dua juta USD, Sampoerna bisa mencapai hasil seperti itu dengan cara komunikasi yang konvensional. Ini semua saya ingat-ingat ketika saya akan mulai MarkPlus Professional Service di Surabaya pada 1 Mei 1990. (*)
sumber : https://groups.yahoo.com/neo/groups/adihusada/conversations/topics/357
0 komentar:
Post a Comment